Moda Akses Bandara (bagian 7)
(2) Keretaapi - bagian 2
Ada beberapa opsi untuk menghubungkan bandara dengan kota. Membuat jalur khusus untuk keretaapi bandara dapat bernilai ekonomis (bergantung pada panjang jalur keretanya) pada bandara dnegan jumlah penumpang per-tahun minimal 7 (tujuh) juta penumpang (7 mppa) untuk setiap jalur sepur atau 10 mppa untuk jalur khusus (dedicated) dibangun untuk kereta bandara. Untuk bandara dengan ukuran setara 10 mppa dan di atasnya, ketersedian dedicated airport rail akan mendukung pertumbuhan bandara.
Kebanyakan jalur keretaapi tidak dirancang untuk melayani kebutuhan bandara sehingga harus dilakukan kompromi dengan sunk investment dan tata guna lahan eksisting. Sistem perkeretaapian luar kota eksisting biasanya bersifat high speed, frekuensi yang jarang, dan jarak yang jauh antar stasiunnya.
Contoh keretaapi bandara eksisting yang direncanakan sejak awal adalah London Gatwick yang sejak pembukaannya memiliki proporsi besar untuk transportasi darat (sekitar 26%) untuk menghubungkan ke kota London, sistem jaringan keretaapi bawahtanah London (London Underground), sistem keretaapi lainnya (upperground, antar kota/jarakjau), dan untuk cek-in pada stasiun di tengah kota di Stasiun Victoria.
Contoh lainnya adalah sistem kereta bandara Munich Airport, yang menghubungkan dua jalur rapid transit. Pemerintahnya menargetkan 40% penggunaan moda transportasi darat melalui keretaapi dan memiliki kemungkinan berhasil yang cukup baik karena jalur rapid transit terhubung dengan jaringan transportasi lainnya dan ada rencana untuk mengembangkan kereta maglev berwaktu tempuh 10 menit ke pusat kota (saat ini masih 40 menit). Bandara Frankfurt menggunakan jalur keretaapi untuk akses kargo karena truk pengangkut barang dilarang beroperasi saat akhir pekan di Jerman. Di London sendiri pembatasan truk angkutan barang untuk akhir pekan hanya pada kendaraan dengan usia tua yang tidak memenuhi standar emisi Uni Eropa.
Di Indonesia sendiri penggunaan keretaapi sebagai akses menuju bandara sudah dirintis pada Bandar Udara Kuala Namu, Medan dan kemudian pada Bandar Udara Soekarno-Hatta (lihat gambar 1), Tangerang dan Bandar Udara YIA, Kulonprogo setelah sebelumnya akses kereta api juga tersedia di bandara pendahulunya yaitu Bandar Udara Adisutjipto. Kereta bandara Soetta yang sekarang disebut commuter line Basoetta sendiri baru saja dikelola oleh PT, KCI (Kereta Commuter Indonesia) setelah seblumnya dikelola oleh KAI Railink.
Gambar 1.Commuter Line Basoetta yang menghubungkan Jakarta dengan Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng
(Sumber: https://www.bindo.id/news/info-nasional/transportasi/2024/03/commmuter-line-basoetta-diuji-coba-di-stasiun-rawabuaya-mulai-1-maret-ada-tarif-promo-ke-manggarai-bandara/ )
Sistem keretaapi bawah tanah, komuter, atau underground/metro atau di Indonesia (Jakarta) disebut MRT, KRL commuter line, dan LRT dicirikan dengan jarak yang singkat antar pemberhentiannya (untuk KRL commuterline pada jalur yang berada di kota Jakarta setelah stasiun Manggarai). Sayangnya di Indonesia baik KRL, MRT dan LRT belum menjangkau bandara sehingga biaya yang dikeluarkan relatif mahal bila menggunakan commuterline Basoetta (terlepas dari nama dan pengoperasiannya oleh PT. KCI, Basoetta memiliki frekuensi dan tarif yang berbeda jauh dari kereta commuterline jalur non-bandara (Bogor, Bekasi, Serpong, atau Rangkas) sehingga sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai angkutan commuter/metro.
Sistem metro ini sangat cocok digunakan oleh para pekerja dan juga karyawan bandara. Sistem metro ini memiliki keunggulan frekuensi yang tinggi dan harga tiket yang murah. Kelemahan sistem metro ini adalah cenderung lebih lambat dan tidak memungkinkan untuk membawa barang besar. Contoh perbandingan waktu tempuh menuju bandara, dengan Picadilly Line dari pusat kota London menuju Bandara Heathrow memerlukan waktu tempuh rata-rata 50 menit dengan 18 pemberhentian, sedangkan dengan menggunakan special heavy rail Heathrow Express uang dibangun dengan biaya oleh bandara sebesar £750 juta yang menghubungkan Stasiun Paddington dengan Bandara Heathrow membutuhkan waktu 16 menit dari pusat kota ke terminal 1,2, dan 3 serta 20 menit menuju ke terminal 4.
Contoh lain keretaapi bandara adalah The Oslo Airpot Express Train yang menghubungkan pusat kota dengan Bandara Gardemoen dan memiliki permintaan pasar yang cukup tinggi. Menurut survey kepada 40.000 penumpang pada tahun 2005, 35,5 pesen menggunakan keretaapi ke Bandara Oslo. Railink Oslo hanya membutuhkan waktu 2 bulan setelah mulai beroperasi untuk mencapai tingkat pengguna sebanyak 31% dari keslutuhan moda angkutan darat. Alasan keberhasilannya adalah karena kebanyakan penumpang berasal dari dalam kota, andaikan penggunanya lebih beragam mungkin akan sulit menangkap persentase penumpang yang diinginkan.
__________
Referensi literatur :
1) Kazda,Antonin; Caves, Robert E. Airport Design and Operation. 2nd Edition. (Elsevier : 2007)
Comments
Post a Comment