Akses Sisi Darat Bandar Udara (Bagian 1)

 

Akses dan Sistem Bandar Udara (bagian 1)


Keunggulan utama dari transportasi udara adalah kecepatan, khususnya pada penerbangan long haul yang benar-benar mempersingkat waktu tempuh. Namun untuk short haul akan terjadi kompetisi dengan transportasi darat seperti kendaraan bermotor dan keretaapi, karena kecepatan rata-rata perjalanan akan berkurang karena transportasi dari dan menuju bandara karena perjalanan itu dimulai dari rumah alih-alih dari bangunan terminal bandara. Penumpang sangat khawatir dengan segala tundaan pada perjalanan, sama sepereti tundaan atau delay apapun baik delay saat di udara, di dalam terminal penumpang, maupun dari dan menuju bandara. Total waktu dari dan menuju ke bandara alias 'from door to door' menentukan pemilihan moda transportasi oleh penumpang. Pemilihan penggunaan transportasi udara akan berkurang bila akses darat menuju bandara melebihi waktu maksimum tertentu. Untuk penerbangan jarak pendek atau short haul, waktu tempuh ini dapat sesingkat 30 menit atau bisa menjadi sekitar 2 jam untuk penerbangan jarak jauh atau long haul atau LCC (Low Cost Carrier).


Di Indonesia sendiri sekarang sedang marak kembali rencana penutupan Bandar Udara Husein Sastranegara dan pengaktifan kembali Bandar Udara Kertajati dengan segala pro-kontranya. hal ini dapat dipahami karena posisi Bandar Udara Kertajati sendiri tergolong jauh dari pusat Kota Bandung (lebih dari 2 jam) dan belum terkoneksi baik serta tidak ada akses keretaapi. Pemerintah sendiri sudah  merencanakan untuk menyambung tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) yang diharapkan akan memotong waktu tempuh menjadi 1 jam*. Tahun 2025 juga direncanakan akan dibangun jalan tol penghubung Kertajati - Indramayu**  yang diharapkan dapat menjadi pembuka kawasan dan pemerata pembangunan di Jawa Barat bagian Timur. Namun pada akhirnya, apakah skema ini akan berhasil dan Bandara Kertajati dapat hidup kembali akan tetap bergantung pada pasar dan keinginan penumpang. Adapun akses keretaapi yang reliabel dari dan menuju Bandara Kertajati pun belum ada dan sepertinya belum direncanakan untuk waktu dekat.


Gambar 1. Tol Cisumdawu (Sumber: detik.com)


Waktu tempuh sendiri baru merupakan satu dari tiga faktor penting yang mempengaruhi keputusan penumpang untuk menggunakan bandara itu sendiri. Dua faktor lainnya adalah harga tiket dan frekuensi penerbangan yang ditawarkan. Kualitas transportasi darat akan mempengaruhi area tangkapan (catchment area) bandara dan daya saing antar bandara. Sayangnya, perkembangan akses darat dapat juga secara paradox menjadi penghalang pertumbuhan bandara karena kapasitas yang melonjak karena akses mudah. Pengaruh transportasi darat terhadap lingkungan juga dapat menjadi pertimbangan karena semakin banyak akses yang dibuka pastinya dampak terhadap lingkungan akan menjadi semakin besar. Persoalan utama lainnya adalah kurangnya koordinasi antara pengembangan bandara dengan rencana tata ruang wilayah kota/kabupaten/propinsi sehingga kadang bandaranya sudah terbangun namun akses daratnya belum ada/belum optimal. Seringkali, kepadatan transportasi darat menuju ke bandara akan menjadi indikator kepadatan puncak transportasi suatu kota/wilayah. Perencanaan dan operasi dari berbagai macam moda transportasi dari dan menuju ke bandara akan dibagi menjadi peran beberapa lembaga atau bagian yang berbeda, dan tetap mebutuhkan koordinasi di antaranya.

Tabel 1. Jarak antara beberapa bandara ke pusat kota dan waktu tempuh menggunakan angkutan umum 
(Sumber: Kazda dan Caves, 2007)






__________
Referensi literatur :
1) Kazda,Antonin; Caves, Robert E. Airport Design and Operation. 2nd Edition. (Elsevier : 2007)



Comments

Popular Posts