Mengenal Bangunan Terminal Bandar Udara (bagian 14)

 

Proses Penanganan Penumpang dan Bagasi - Proses Penanganan Penumpang (bagian 5)

|Wayfinding part 2

Saat layout interior terminal rumit dan membingungkan, keberadaan penanda (signage) yang efektif menjadi signifikan. Berbagai macam usaha dapat dilakukan untuk menyampaikan informasi, termasuk menggunakan layar LCD besar maupun flip board yang sinkron dengan pengumuman melalui pengeras suara (pengumuman verbal). IATA dan ICAO merekomendasikan bentukan simbol-simbol universal untuk digunakan pada signage untuk menjembatani perbedaan bahasa. Beberapa bandara menggunakan standar simbol tersendiri, baik penggunaan bentuk, warna, jenis huruf untuk keperluan-keperluan tertentu yang berbeda-beda: aeronautikal, konsesi, area servis, dan area darurat. Di Indonesia sendiri panduan penggunaan signage untuk bandar udara dari Ditjen Perhubungan Udara juga tersedia sebagai acuan*.

Gambar 1. Dalam terminal penumpang Bandar Udara Chek Lap Kok (Sumber: https://www.dreamstime.com/hong-kong-international-airport-commercial-serving-built-reclaimed-land-island-chek-lap-kok-also-colloquially-known-image143407190)


Penanda (signage) dapat bersifat statis seperti pada papan penunjuk jalur evakuasi darurat maupun dinamis seperti pada layar FIDS (Flight Information Display System) atau flip board, konter cek-in, gate, area pengambilan bagasi, dan informasi parkir.. Warna yang digunakan dapat berupa font hitam pada background kuning, font merah pada background putih, font putih pada background biru, dll. Penanda (signage) tidak boleh lebih dari 10 derajat dari garis pandangan mata (natural line of vision) dan huruf setidaknya memiliki pertambahan 1 cm setiap penambah 3 m jarak pandang. 

Meskipun penanda (signage) sudah disediakan, terkadang penumpang tetap bingung dan perlu menanyakan arah. persepsi akan tanda pada tiap orang terkadang juga berbeda, misalnya tanda pesawat yang miring ke atas (tanda area keberangkatan) kadang diartikan sebagai tanda untuk berpindah lantai. Selain itu perlu dihindari perletakan tanda yang terlalu dekat dan banyak (cluttering) agar wayfinding menjadi jelas , terlebih pada area dengan langit-langit rendah. Tanda juga dapat dibuat pada dua sisi untuk memudahkan pengguna bandara yang back-track atau sedang berbalik mencari arah. Penempatan papan reklame juga harus sesuai dan tidak mengganggu penanda (signage) dan informasi penting yang disampaikannya. 

Contoh wayfinding halus (subliminal) tanpa tanda fisik jelas dapat menggunakan permainan iluminasi atau cahaya maupun perbedaan bahan penutup lantai. Terminal baru di Bandar Udara Internasional Vancouver di Kanada menggunakan metode ini dengan perbedaan terang pencahayaan secara bertahap antar node untuk wayfinding subliminal, menggunakan jenis lampu dan penanda pada karpet sebagai penunjuk arah. BAA (British Airport Authorithies) dan beberapa bandara lainnya menggunakan ukuran waktu pada signage sebagai bagian dari penunjuk jarak tempuh ke fasilitas yang dituju.  

Meskipun berbagai jenis penanda digunakan, tetap tidak menggantikan peran manusia untuk kejelasan menanyakan arah. Bisa disediakan konter informasi untuk ini atau pesawat telpon untuk menanyakan informasi.


Gambar 2. Contoh penanda (signage) yang menggunakan penunjuk jarak dengan waktu+ (Sumber: Going the distance at U.S. Airports - Stuck at the Airport)





*Di Indonesia marka dan rambu dalam terminal diatur melalui SNI 7095-2005 Tata Cara Pemasangan Marka & Rambu pada Bandara Udara 
__________
Referensi literatur :
1) Kazda,Antonin; Caves, Robert E. Airport Design and Operation. 2nd Edition. (Elsevier : 2007)

Comments

Popular Posts